Menu
pahlawan indonesia
News and Lifestyle

Kisah 10 Pahlawan Nasional Indonesia

Ben Small Stars
Author
Ben
2021.08.16

Apakah kamu suka pelajaran sejarah? Tahukah kamu tentang sosok pahlawan-pahlawan yang berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan di Indonesia? Para tokoh ini kemudian diberikan gelar sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, dan namanya diabadikan dalam berbagai media sampai saat ini.

Tanpa berlama-lama lagi, yuk simak ringkasan sejarah kesepuluh pahlawan yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia ini!

bendera indonesia

Bung Tomo, Sang Pembakar Semangat Generasi Muda

bung tomo

Pahlawan Nasional kelahiran Surabaya ini mungkin familiar kamu lihat pada poster yang menggambarkan semangat nasionalisme. Memang, tokoh yang satu ini dikenal sebagai Pahlawan Nasional yang memiliki orasi berapi-api.

Sutomo, atau lebih akrab disapa Bung Tomo, merupakan salah satu tokoh yang berperan untuk melawan sekutu dalam pertempuran 10 November 1954. Setelah bergabung dengan Gerakan Rakyat Baru dan Pemuda Republik Indonesia, beliau menyiarkan orasi untuk membakar semangat rakyat melalui radio-radio.

Bung Tomo juga pernah menjabat sebagai Menteri pada pemerintahan Soekarno, walau kemudian beliau mundur dari jabatan ini dan meninggalkan dunia politik. Ayah dengan lima anak ini juga sempat dipenjara karena melayangkan kritik ke Soeharto.

Sekeluarnya dari penjara, Bung Tomo memfokuskan perhatiannya pada keluarga dan agama. Beliau kemudian meninggal di usia 61 tahun saat tengah melakukan ibadah Haji. Namanya kini dikenang sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.

Ibu Kita Kartini, Putri Sejati

raden ajeng kartini

Membaca tulisan di atas kita pasti teringat dengan lagu yang disenandungkan setiap tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Mungkin nama dan lagunya sudah terdengar familiar di telinga kita, tapi bagaimana kisah R.A. Kartini memperjuangkan emansipasi wanita?

Sejak usia 12 tahun di sekolah Belanda, Kartini mulai tertarik dengan kemajuan berpikir perempuan Belanda. Timbul keinginan dalam hati Kartini muda untuk turut memperjuangan emansipasi perempuan pribumi.

Kartini memiliki ketertarikan dalam membaca dan menulis, terbukti Kartini beberapa kali menulis untuk surat kabar berbahasa Belanda. Ketika dalam pingitan pun Kartini juga saling berkorespondesi dengan teman-temannya di Belanda.

Melalui suratnya, berbagai kritik dituliskan termasuk masalah kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Serta bagaimana perempuan tidak mendapat pendidikan yang layak.  Kelak. surat-surat Kartini dibukukan dan diterbitkan dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Wafat pada 1904, kegigihan Kartini menginspirasi berdirinya Sekolah Kartini khusus perempuan. Jasa-jasa dan perjuangan Kartini diabadikan pada Museum Kartini di kota kelahirannya, Jepara.

Tut Wuri Handayani: Mengenang Sosok Ki Hadjar Dewantara

ki hajar dewantara

Pernahkah kamu mendengar semboyan “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”? Tahukah kamu bahwa semboyan tersebut pertama dicetuskan oleh sang Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara?

Lahir di tengah keluarga kraton dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, Ki Hadjar Dewantara memulai kariernya sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar yang memiliki ciri khas penulisan tajam dan patriotik.

Beliau juga mendirikan Indische Partij, sebuah partai nasionalis Indonesia, bersama dengan Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, trio ini lalu dipanggil sebagai Tiga Serangkai.

Dari serangkaian perjuangannya memajukan pendidikan di Indonesia, Taman Siswa menjadi salah satu yang paling diingat. Sekolah ini bertujuan untuk menciptakan rasa nasionalisme dan mendidik bangsa Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, beliau diangkat menjadi Menteri Pendidikan pertama oleh Presiden Soekarno. Beliau meninggal di Yogyakarta pada tahun 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Mohammad Husni Thamrin, Pahlawan di Balik Nama Jalan di Jakarta Pusat

mh thamrin

Saat mendengar tentang nama Mohammad Husni Thamrin, apa yang pertama kali kamu ingat? Mungkin nama sebuah pusat bisnis di Jakarta Pusat melintasi pikiranmu. Namun, apakah kamu tahu tentang kisah pahlawan nasional Indonesia yang menginspirasi nama tersebut?

Mohammad Husni Thamrin adalah pahlawan yang dikenal dekat dengan rakyat segala kalangan. Walau berasal dari keluarga terpandang, beliau selalu rendah hati.

Kiprahnya bermula saat bekerja di kepemerintahan. Pria yang juga merupakan tokoh Betawi ini lalu bergabung sebagai anggota gemeenteraad (Dewan Kota) sebelum kemudian terpilih menjadi Volksraad (perwakilan pribumi).

Dalam kedudukannya tersebut, M.H. Thamrin sering melakukan penolakan keras terhadap kebijakan dari Belanda yang tidak berpihak pada pribumi. Beliau juga menjadi pelopor berdirinya Gaboengan Politik Indonesia (GAPI) pada tahun 1939.

M.H. Thamrin kemudian meninggal saat menjadi tahanan rumah pada tanggal 11 Januari 1941. Namanya kemudian diabadikan sebagai jalan utama di Jakarta Pusat hingga saat ini.

Sultan Hasanuddin, Sang ‘Ayam Jantan dari Timur’

sultan hasanuddin

Salah satu pahlawan nasional yang paling dikenal di Sulawesi adalah Sultan Hasanuddin. Beliau merupakan Raja Gowa ke-16 yang diangkat karena kecerdasan dan kecakapannya dalam diplomasi dan berdagang. Karena keberaniannya pula, Belanda menjulukinya De Haantjes can Het Osten (Ayam Jantan dari Timur).

Pahlawan yang lahir di Makassar pada tahun 1631 ini, sedari kecil sering mendampingi ayahnya, Sultan Malikussaid, dalam diskusi-diskusi penting. Hasanuddin kecil tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan berani. Selain dekat dengan rakyat, Sultan Hasanuddin juga sering menjadi utusan yang dikirim ke kerajaan dan daerah lain.

Selama menjadi raja, Sultan Hasanuddin menjadi garda terdepan dalam melawan Belanda. Peperangan yang berlangsung lama ini akhirnya dimenangkan Belanda setelah terjadi perang saudara yang dipelopori oleh Belanda melalui Arung Palakka.

Setelah meninggalkan tahtanya sebagai raja, Sultan Hasanuddin kemudian mengabdikan dirinya menjadi guru agama Islam. Beliau wafat pada tahun 1670, dan tetap menolak Belanda hingga akhir hidupnya.

Dewi Sartika: Pejuang, Pendidik, Perempuan

dewi sartika

Ketika membaca kalimat “Pejuang Pendidikan Perempuan asal Sunda” siapa yang terbersit dipikiranmu? Beliau adalah Dewi Sartika, seorang  priyayi Sunda yang dibesarkan oleh orangtua yang sejak dahulu menentang pemerintah Hindia Belanda.

Kecerdasan Raden Dewi Sartika sudah terlihat dari kecil, dibuktikan dengan kemampuan baca tulis yang melampaui anak-anak seusianya. Dengan kepintarannya, beliau mendirikan sekolah untuk perempuan pribumi. Tidak hanya membaca dan menulis, sekolah yang didirikan Dewi Sartika juga mengajarkan menjahit, merenda, dan belajar agama.

Kala itu, di beberapa wilayah Jawa Barat telah berdiri sekolah yang dibina Dewi Sartika dengan nama Sekolah Keutamaan Perempuan. Pada tahun 1929 berubah nama menjadi Sekolah Raden Dewi. Segala hal dilakukan Dewi Sartika untuk memajukan pendidikan perempuan pada waktu itu.

Dewi Sartika wafat dipengungsian pada 1947 setelah serangan agresi militer Belanda. Atas jasa-jasanya dibuatkan patung Dewi Sartika di alun-alun Bandung. Kegigihan Dewi Sartika dihadiahi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional, pada tanggal 1 Desember 1966. 

Tuanku Imam Bonjol, Kisah Seorang Ulama, Imam dan Juga Panglima Perang

tuanku imam bonjol

Mungkin kamu sering mendengar pahlawan nasional ini sebagai nama banyak fasilitas publik atau bahkan uang lembaran lima ribu. Pahlawan dengan nama asli Muhammad Syahab ini, memperoleh gelar Tuanku Imam setelah memimpin Kaum Padri di Bonjol.

Kaum Padri (atau kadang ditulis sebagai Kaum Paderi) adalah kaum ulama yang berpegang pada ajaran Islam. Pada saat itu, Kaum Padri gagal bermufakat dengan Kaum Adat yang menolak merubah kebiasaan yang tidak sesuai syariat Islam, seperti berjudi hingga kebiasaan minum-minuman keras. Konflik ini akhirnya berujung pada meletusnya Perang Padri, yang berlangsung sejak tahun 1803.

Kondisi ini diperumit oleh Kaum Adat yang meminta pertolongan Belanda pada tahun 1821, yang bersedia membantu dengan syarat penguasaan terhadap wilayah dalam Minangkabau. Kehadiran Belanda malah menyengsarakan masyarakat Minangkabau. Setelah beberapa peperangan, pada akhirnya Kaum Adat dan Kaum Padri sepakat untuk bersatu untuk melawan Belanda di tahun 1833.

Peperangan yang berujung kekalahan ini, berbuntut pada penangkapan Tuanku Imam Bonjol setelah diajak berunding oleh Belanda. Beliau kemudian dibuang ke Cianjur, sebelum dipindahkan ke Ambon hingga akhirnya Lotta, Minahasa, Manado. Di tempat ini, akhirnya Tuanku Imam Bonjol meninggal dalam pengasingannya tepat pada tanggal 8 November 1864.

Sisingamangaraja XII, Maharaja di Negeri Toba

sisingamangaraja xii

Apakah kamu tahu bahwa Sisingamangaraja XII sempat terpampang pada uang kertas pecahan Rp 1.000? Kiprahnya melawan Belanda selama tiga dekade membuat kisah Sisingamangaraja XII menarik untuk disimak.

Memiliki nama kecil Patuan Bosar Sinambela, Sisingamangaraja XII naik takhta pada 1876 untuk menggantikan ayahnya. Sisingamangaraja XII yang pada waktu itu berumur 22 tahun memulai perjuangannya karena Belanda sedang menerapkan open door policy (politik pintu terbuka).

Demi mempertahankan tanah airnya, Sisingamangaraja XII tidak pernah mau berkompromi bahkan berdiplomasi dengan penjajah. Diputuskan untuk melawan Belanda dengan mengumpulan pasukan di Balige. Hingga pada 1877 Belanda tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII tetapi seluruh Toba.

Perang berlangsung lebih dari 20 tahun, selama itu pergerakan dilakukan secara gerilya dengan memanfaatkan hutan, bahkan tidak pernah menginjakkan kaki ke Istana. Hingga akhir hayatnya, Sisingamangaraja XII harus gugur bersama 2 putranya dengan semangat juang dan perlawanan yang gigih.

Pangeran Antasari: Pemimpin Banjar yang Dekat dengan Rakyat

pangeran antasari

Ketika membaca cerita Perang Banjar, kisahnya tidak bisa dipisahkan oleh sosok yang memimpin perlawanan tersebut yaitu Pangeran Antasari. Di tengah strategi politik divide et impera milik Belanda, Pangeran Antasari berhasil mengusir Belanda dari tanah kelahirannya.

Antasari dibesarkan dan tumbuh di tengah-tengah rakyat biasa. Sedikit banyak Antasari mengerti penderitaan rakyat pada saat itu sehingga menjadi sosok yang dekat dengan masyarakat Banjar. Belanda yang pada waktu itu mengadu domba istana membuat kekacauan di Kerajaan Banjar.

Atas kekacauan yang terjadi, Pangeran kelahiran Banjarmasin tersebut berinisiatif untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Tentu saja perlawanan Antasari didukung oleh rakyat. Pasukan Antasari yang tadinya berjumlah 6.000 makin lama bertambah karena dukungan dari berbagai pihak.

Pada 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa sekali pun menyerah terhadap Belanda. Nama dan perjuangannya menjadi julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari dan diabadikan dalam uang pecahan Rp.2000.

Perjuangan Ngurah Rai bersama Ciung Wanara

i gusti ngurah rai

Ketika mendengar nama “Ngurah Rai” kita pasti familiar dengan sebuah nama bandara di Bali. Di balik nama tersebut, ternyata I Gusti Ngurah Rai menyimpan cerita perjuangan bersama rakyat Bali yang heroik.

Pada tahun 1936, Ngurah Rai memutuskan untuk menempuh pendidikan calon perwira kemiliteran. Studinya berlanjut pada 1940 di Akademi Pendidikan Arteri di Malang.

Setelah Proklamasi  Kemerdekaan Indonesia, Ngurah Rai membentuk sekaligus menjadi komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil. Di bawah pimpinannya, tersebar pasukan hingga seluruh kota di Bali yang dikenal sebagai Ciung Wanara.

Sempat diajak kerja sama oleh Belanda, Ngurah Rai menolak mentah-mentah dan memilih untuk mengumpulkan pasukan untuk melawan penjajah. Pada saat itu Ngurah Rai memerintahkan untuk melakukan Puputan (bertarung hingga titik darah penghabisan).

Pertempuran melawan Belanda pun pecah yang menyebabkan Ngurah Rai harus gugur bersama pasukannya dalam perlawanan tersebut. Hingga kini pertempuran tersebut dikenal dengan Pertempuran Margarana. 

Apakah kisah-kisah para pahlawan di atas membangkitkan kecintaanmu terhadap tanah air? Dengan belajar sejarah, kita dapat belajar dari kejadian di masa lampau serta memetik hikmah dari kisah-kisah tersebut. Sama seperti kutipan Bung Karno yang terkenal: Jas Merah yang merupakan singkatan dari “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”.

Selain belajar sejarah kepahlawanan, kamu juga bisa ikut menunjukkan kecintaanmu pada tanah air misalnya dengan memperkenalkan daerahmu ke mata dunia, atau bahkan mencoba meraih prestasi yang dapat mengharumkan bangsa. Karenanya, jangan pernah berhenti belajar.

Jangan lupa untuk terus belajar sejarah, ya!

Ben Small Stars
Author
Ben